Rabu, 17 September 2014

Konstipasi

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.











BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya kulit dan kadang menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini.

B. Etiologi
Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida, dengan aluminium; ganggauan rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler (diabetes militus, parkinsonisme, sklerosis multipel); kondisi endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah; dan gangguan jaringan penyambung (skleroderma, lupus erimatosus). Konstipasi adalah masalah utama pada pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri kronis. Penyakit kolon yang biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah sindrom usus peka dan penyakit divertikuler.
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang yang mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk defekasi. Di Amerika Serikat, konstipasi jg tampak sebagai akibat kebiasaan diet (konsumsi rendah terhadam masukan serat dan kurangnya asupan cairan), kurang latihan teratur, dan stres.
Konstipasi dirasakan dapat jg menjadi masalah. Ini adalah masalah subjektif yang terjadi, bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang dirasakan orang tersebut sebagai normal. Penggunaan laksatif kronis dihubungkan dengan masalah ini dan merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat, khususnya diantara populasi lansia.
Konstipasi dapat juga terjadi sebagai proses akut seperti apenditis. Laksatif yang diberikan pada situasi ini dapat menimbulkan perforasi dari apendiks yang terinflamasi. Secara umum, katartik tidak pada saat pasien mengalami demam, mual, atau nyeri semata-mata karena usus gagal untuk bergerak. Katartik tidak pernah boleh diberikan pada penyakit usus inflamasi.

C. Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dari pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon:
1. transpor mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon),
2. aktivitas mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsif),
3. proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot sfigter internal, relaksasi sfigter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, memran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal aini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak reaponsif terhadap rangsang normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis  mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminase volume feses sedikit, keras, dan kering.






E. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :
1. Pengobatan non-farmakologis
  1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
  2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
  3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
  1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
  2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
  3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
  4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan. Pengobatan ditujukan pada penyebab dasar konstipase. Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi motorik intrinsik usus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat prokinetik seperti Cisaprinde dapat meningkatkan frekuensi defekasi.

F. Komplikasi
Komplikasi konstipasi mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta megakolon.
Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal
Imfaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.
Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dapat menimbulkan perforasi usus.







G. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.

Contoh Kasus
Kasus 1
Seorang bapak umur 60 tahun datang ke apotek mengeluh sembelit selama 1 minggu. Beliau biasanya bisa BAB sekali setiap hari. Hal ini mungkin dikarenakan setelah makan salak sebanyak 3 kilogram. Kemudian beliau menanyakan kepada apoteker obat apa yang aman di gunakan untuk lansia.
Jawab :
Terapi Farmakologi
  1. Nama Obat : LAXADINE Galenium Pharmasia Laboratories)
  2. Komposisi : Fenolftaleina 55 mg, Parafin Cair 1200 mg, gliserin 378 mg, jeli 9,4 mg/5 ml
  3. Indikasi obat : Mengatasi buang air besar;, persiapan menjelang tindakan radiologis dan operasi.
  4. Perhatian: Pemakaian dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan BB, kelemahan otot, kehilangan cairan dan elektrolit tubuh; tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun, wanita hamil dan menyusui.
  5. Dosis : Dewasa 1x sehari 1-2 sendok takar 15 ml (sendok makan) pada malam hari menjelang tidur; Anak setengah dosis dewasa.
  6. Sediaan: emulsi.

Terapi Nonfarmakologi
  • Obat pencahar hanya digunakan bila diperlukan.
  • Pasien dianjurkan untuk menghentikan konsumsi buah salak hingga Buang Air Besar lancar seperti biasa, lalu setelah lancar juga disarankan untuk mengurangi jumlah porsi makan buah salaknya.
  • Perbanyak minum air putih
  • Perbanyak makan sayur yang berserat.



Kasus 2
Nn. Ermi datang ke apotek dan mengeluh bahwa Ia sudah 1 bulan mengalami kesulitan buang air besar, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit artau bentuknya terlalu keras. Ia mengaku bahwa dalam seminggu BAB Cuma 3x. Ia sudah mengkonsumsi makan yang cukup bergisi dan berserat bahkan sering minum air putih yang banyak. Ia meminta a[oteker untuk memberikan obat yang dapat ia minum agar BAB nya lancar.
Jawab :
Obat : Dulcolax tab : mengandung Bisakodil 5 mg/tab
Dosis : Dewasa : Sehari 1 x 2 tab, bila perlu 4 tablet.
Indikasi : Konstipasi
Penggunaan : Obat ini biasanya memberikan efek 6-8 jam selanjutnya.
Perhatian : Obat ini jangan diminum lebih dari 3-4 hari kemudian menunggu sampai 1 minggu untuk melihat apakah BAB nya sudah kembali normal. Bial tidak maka dianjurkan ke dokter agar mengetahui mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.
Terapi Non farmakologi : makan cukup serat bergizi, mengkonsumsi buah-buah, melakukan aktifitas fisik setiap hari, minum air sekurang-kurangnya 6-8 gelas air putih.

Kasus 3
Seorang mahasiswa datang ke apotek dengan keluhan susah buang air besar sudah 3 hari tidak buang air besar, pasien minum air sehari kurang dari 8 gelas dan pasien tidak suka sayur dan buah. Obat apa yang bisa diberikan pada pasien ini??
Jawab :
Terapi farmakologi : Diberikan custodiol syr
Dosis : terapi selama 3 hari 15-45 mL sehari.
Peringatan : penderita diabetes militus dan galaktosemia
Terapi non farmakologi :
Cukup minum air sebanyak 8 gelas perhari
Makan cukup gizi dan serat

Jumat, 28 Februari 2014

Luka Bakar

BAB I
PENDAHULUAN


Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penanganannya pun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga paparan suhu tinggi dari matahari, listrik ataupun bahan kimia. Luka bakar karna api atau akibat tak langsung dari api misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Berat riangannya suatu luka bakar tergantung pada keadaan jaringan yang terbakar serta intensitas trauma panas. Kulit yang tebal, berpigmen banyak dan banyak mempunyai kelenjar sebasea akan lebih tahan terhadap trauma panas dibanding dengan kulit yang tipis dan kering. Jaringan dibawahnya akan menerima rambatan panas yang serupa. Kandungan air dalam jaringan dan kaya tidaknya jaringan akan aliran darah merupakan faktor penting.
Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar merupakan bagian terpenting dari perawatan keseluruhan terutama bila lukanya luas dan kemungkinan melibatkan beberapa pembedahan dan upaya yang sangat besar oleh beberapa orang dalam kalangan medik, perawat dan paramedik. Untuk tujuan ini, mutlah bahwa perawatan gawat darurat difikirkan mencakup 5 hari pengobatan pertama.






BAB II
LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain.
B. Penyebab Luka Bakar
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat dari pada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.
C. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitas meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan, penyebab tersebut dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular. Pada luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Peningkatan mineralo kortikoid
a. Retensi air, natrium dan klorida
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium. Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah :
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
D. Derajat luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5 – 7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak seperti eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meningkat.
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen hidup tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar (kerak atau luruhan kulit terkoagulasi dan tebal yang terbentuk akibat luka bakar) yang merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
E. Penanganan
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya 15 menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama 15 menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu, atau luka yang akan menjadi tingkat tiga dihentikan pada tingkat dua atau satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.
Prinsip penangan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berpoliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup dan terbuka. Pada luka bakar luas atau dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk penanganan luka bakar tersebut.
Dikenal dua cara merawat luka, perawatan terbuka (exposure method) dan perawatan tertutup (occlusive dressing method). Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya mitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini memerlukam ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka yang dangkal. Untuk luka bakar derajat tiga dengan eksudasi dan pembentukanpun harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptik, untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tole) setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari, pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan terangkat.