Rabu, 17 September 2014

Konstipasi

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.











BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya kulit dan kadang menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini.

B. Etiologi
Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida, dengan aluminium; ganggauan rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler (diabetes militus, parkinsonisme, sklerosis multipel); kondisi endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah; dan gangguan jaringan penyambung (skleroderma, lupus erimatosus). Konstipasi adalah masalah utama pada pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri kronis. Penyakit kolon yang biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah sindrom usus peka dan penyakit divertikuler.
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang yang mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk defekasi. Di Amerika Serikat, konstipasi jg tampak sebagai akibat kebiasaan diet (konsumsi rendah terhadam masukan serat dan kurangnya asupan cairan), kurang latihan teratur, dan stres.
Konstipasi dirasakan dapat jg menjadi masalah. Ini adalah masalah subjektif yang terjadi, bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang dirasakan orang tersebut sebagai normal. Penggunaan laksatif kronis dihubungkan dengan masalah ini dan merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat, khususnya diantara populasi lansia.
Konstipasi dapat juga terjadi sebagai proses akut seperti apenditis. Laksatif yang diberikan pada situasi ini dapat menimbulkan perforasi dari apendiks yang terinflamasi. Secara umum, katartik tidak pada saat pasien mengalami demam, mual, atau nyeri semata-mata karena usus gagal untuk bergerak. Katartik tidak pernah boleh diberikan pada penyakit usus inflamasi.

C. Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dari pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon:
1. transpor mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon),
2. aktivitas mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsif),
3. proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot sfigter internal, relaksasi sfigter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, memran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal aini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak reaponsif terhadap rangsang normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis  mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminase volume feses sedikit, keras, dan kering.






E. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :
1. Pengobatan non-farmakologis
  1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
  2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
  3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
  1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
  2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
  3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
  4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan. Pengobatan ditujukan pada penyebab dasar konstipase. Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi motorik intrinsik usus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat prokinetik seperti Cisaprinde dapat meningkatkan frekuensi defekasi.

F. Komplikasi
Komplikasi konstipasi mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta megakolon.
Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal
Imfaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.
Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dapat menimbulkan perforasi usus.







G. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.

Contoh Kasus
Kasus 1
Seorang bapak umur 60 tahun datang ke apotek mengeluh sembelit selama 1 minggu. Beliau biasanya bisa BAB sekali setiap hari. Hal ini mungkin dikarenakan setelah makan salak sebanyak 3 kilogram. Kemudian beliau menanyakan kepada apoteker obat apa yang aman di gunakan untuk lansia.
Jawab :
Terapi Farmakologi
  1. Nama Obat : LAXADINE Galenium Pharmasia Laboratories)
  2. Komposisi : Fenolftaleina 55 mg, Parafin Cair 1200 mg, gliserin 378 mg, jeli 9,4 mg/5 ml
  3. Indikasi obat : Mengatasi buang air besar;, persiapan menjelang tindakan radiologis dan operasi.
  4. Perhatian: Pemakaian dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan BB, kelemahan otot, kehilangan cairan dan elektrolit tubuh; tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun, wanita hamil dan menyusui.
  5. Dosis : Dewasa 1x sehari 1-2 sendok takar 15 ml (sendok makan) pada malam hari menjelang tidur; Anak setengah dosis dewasa.
  6. Sediaan: emulsi.

Terapi Nonfarmakologi
  • Obat pencahar hanya digunakan bila diperlukan.
  • Pasien dianjurkan untuk menghentikan konsumsi buah salak hingga Buang Air Besar lancar seperti biasa, lalu setelah lancar juga disarankan untuk mengurangi jumlah porsi makan buah salaknya.
  • Perbanyak minum air putih
  • Perbanyak makan sayur yang berserat.



Kasus 2
Nn. Ermi datang ke apotek dan mengeluh bahwa Ia sudah 1 bulan mengalami kesulitan buang air besar, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit artau bentuknya terlalu keras. Ia mengaku bahwa dalam seminggu BAB Cuma 3x. Ia sudah mengkonsumsi makan yang cukup bergisi dan berserat bahkan sering minum air putih yang banyak. Ia meminta a[oteker untuk memberikan obat yang dapat ia minum agar BAB nya lancar.
Jawab :
Obat : Dulcolax tab : mengandung Bisakodil 5 mg/tab
Dosis : Dewasa : Sehari 1 x 2 tab, bila perlu 4 tablet.
Indikasi : Konstipasi
Penggunaan : Obat ini biasanya memberikan efek 6-8 jam selanjutnya.
Perhatian : Obat ini jangan diminum lebih dari 3-4 hari kemudian menunggu sampai 1 minggu untuk melihat apakah BAB nya sudah kembali normal. Bial tidak maka dianjurkan ke dokter agar mengetahui mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.
Terapi Non farmakologi : makan cukup serat bergizi, mengkonsumsi buah-buah, melakukan aktifitas fisik setiap hari, minum air sekurang-kurangnya 6-8 gelas air putih.

Kasus 3
Seorang mahasiswa datang ke apotek dengan keluhan susah buang air besar sudah 3 hari tidak buang air besar, pasien minum air sehari kurang dari 8 gelas dan pasien tidak suka sayur dan buah. Obat apa yang bisa diberikan pada pasien ini??
Jawab :
Terapi farmakologi : Diberikan custodiol syr
Dosis : terapi selama 3 hari 15-45 mL sehari.
Peringatan : penderita diabetes militus dan galaktosemia
Terapi non farmakologi :
Cukup minum air sebanyak 8 gelas perhari
Makan cukup gizi dan serat